kamera cctv

Rabu, 20 Februari 2013

SEJARAH TENTANG KUHP




 assalamu alaikum kali ini sahabat HPI saya akan shere tentang sejarah KUHP di indonesia .....
.oke langsung aj di bawah ini .....?
kalau mau yang format PDF langsung klik di sini
dan juga bisa disini biar lebih gampang disini


SEJARAH SEBELUM DAN SESUDAH ADANYA KUHP DI INDONESIA
1.      Pada Masa Sebelum Datangnya Belanda
Sebelum datangnya belanda yang dimulai oleh vasco digamma pada tahun 1596, Indonesia sudah mengenal hokum pidana adat, yang mayoritas tidak tertulis yang di berlakukan beberapa wilayah tertentu, misalnya :
ü  hukum pidana adat aceh,
ü  hukum pidana adat Palembang
ü  hokum pidana adat ujung pandang yang sangat kental oleh hokum adat islamnya
ü  hokum pidana adat bali, yang sangat kental oleh hokum adat hindu.
2.      Pada Masa Vereenigde Oost Indische Compagnie (Voc) Tahun 1602-1799
dan pada masa Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC), maka pemberlakuan hukum pidana barat dimnulai, VOC adalah kongsi dagang belanda yang diberi kekuasaan wilayah di nusantara oleh belanda, dan VOC memperluas jajahanya di kepulauan nusantara, dalam usahanya untuk memperbesar keuntungan VOC memper lakukan aturan-aturan yang dibawanya dari eropa untuk ditaati oleh pribumi, setiap peraturan yang di buat oleh VOC diumumkan dalam bentuk plakaat, peraturan itu dilepas tanpa disimpan sehingga tidak dapat diketahui peraturan mana yang masih berlaku, dan VOC mempunyai keinginan untuk mengumpulkan peraturan itu, yang di sebut statuta Batavia (statute betawi) pada tahun 1642.
Pada tahun 1766 statuta Batavia itu dibuat kembali dan dihasilkan statute Batavia baru, yang berlaku sebagai  hukum positif baik bagi orang pribumi maupun orang asing, walaupun statute Batavia baru  itu adalah kumpulan paeraturan-peraturan masih belum dapat disebut sebagai kodifikasi hukum, karna belum tersusun secara sistematik.
Dalam perkembangannya salah satu gubernur jendral VOC yang bernama Pieter both memberikan kewenangan kepada VOC untuk campur tangan dalam hukum pidana adat, dan dalam bentuk campur tangan VOC dalam hukum pidana adat terbentuknya papakem Cirebon yang digunakan para hakim peradilan pidana adat, dan hukumnya dalam papakem Cirebon berisi antaralain mengenai system pemidanaan seperti pemukulan, cap bakar, di rantai dll, pada tahun 1750 VOC mengeluarkan kitab hukum muchtaraer  yang berisi himpunan hukum pidana islam.[1]

3.      pada masa Besluiten Regering tahun 1814-1855
belanda kembali menduduki nusantara dan pada masa ini belanda peraturan terhadap koloni diserahkan penuh kepada raja, dengan dasar Besluiten Regering yang berdasarkan pasal 36 UU negeri belanda, Dengan demikian ngara Belanda pada masa itu menggunakan system pemerintahan monarkhi konstitusional. Dan pada masa ini beberapa peraturan perundang-undangan diluar hukum pidana di terapkan seperti :
ü  Reglement op de Rechtilijke Organisatie (RO) atau peraturan organisasi pengadilan (POP)
ü  Algemen Bepalingen van Wetgeving (AB) atau Ketentuan-ketentuan Umum tentang Perundang-undangan
ü  Burgerlijk Wetboek (BW) atau Kitab Undang-undang Hukum Perdata
ü  Wetboek van Koopenhandel (WvK) atau Kitab Undang-undang Hukum Dagang
ü  Reglement Op De Burgerlijke Rechtsvordering (RV) atau Peraturan tentang Acara Perdata.[2]
4.      Pada Masa Regering Reglement (1855-1926)
Masa Regering Reglement dimulai karena adanya perubahan system pemerintahan di negara Belanda, dari monarkhi konstitusional menjadi monarkhi parlementer. Perubahan ini terjadi pada tahun 1848 dengan adanya perubahan dalam Grond Wet (UUD) Belanda. Perubahan ini mengakibatkan terjadinya pengurangan kekuasaan raja, karena parlemen (Staten Generaal) mulai campur tangan dalam pemerintahan dan prundangundangan di wilayah jajahan negara Belanda. Perubahan penting ini adalah dicantumkannya Pasal 59 ayat (1), (2), dan (4) yang berisi bahwa “Raja mempunyai kekuasaan tertinggi atas daerah jajahan dan harta kerajaan di bagian dari dunia.
Pada masa berlakunya Regeling Reglement ini, beberapa kodifikasi hukum pidana berhasil diundangkan, yaitu:
ü  Wetboek van Strafrecht voor Europeanen (WvSvE) atau kitab undang-undang hukum pidana eropa yang diundangkan dengan staatblad no. 55 tahun 1866.
ü  Algemene Politie Strafreglement (APS) atau tambahan kitab undag-undang hukum pidan eropa
ü  Wetboek van Strafrecht voor Inlander (WvSvI) atau kitab undang-undang hukum pidan pribumi yang diundangkan dengan staatblad no. 85 tahun 1872.
ü  Politie Strafreglement bagi bukan irang eropa
ü  Wetboek van Strafrecht voor Netherlands-Indie atau kitab undang-undang hukum pidan hindia belanda yang diundangkan dengan staatblad no. 732 tahun 1915 dan mulai berlaku 1 januari 1918.[3]
5.      Masa Indische Staatregeling (1926-1942)
Indische Staatregeling (IS) adalah pembaharuan dari Regeling Reglement (RR) yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1926 dengan diundangkan melaui Staatblad Nomor 415 Tahun 1925. Perubahan ini diakibatkan oleh perubahan pemerintahan Hindia Belanda yang berawal dari perubahan Grond Wet negera Belanda pada tahun 1922. Perubahan Grond Wet tahun 1922 ini mengakibatkan perubahan pada pemerintahan di Hindia Belanda, Berdasarkan Pasal 61 ayat (1) dan (2) IS, susunan negara Hindia Belanda akan ditentukan dengan undang-undang. Pada masa ini, keberadaan sistem hukum di Indonesia semakin jelas khususnya dalam Pasal 131 jo. Pasal 163 IS yang menyebutkan pembagian golongan penduduk Indonesia beserta hukum yang berlaku. Dengan dasar ini maka hukum pidana Belanda (Wetboek van Strafrecht voor Netherlands-Indie) tetap diberlakukan kepada seluruh penduduk Indonesia. Pasal 131 jo. Pasal 163 Indische Staatregeling ini mempertegas pemberlakuan hukum pidana Belanda semenjak diberlakukan 1 Januari 1918.

6.       Masa Pendudukan Jepang (1942-1945)
Pertama kali, pemerintahan militer Jepang mengeluarkan Osamu Seirei Nomor 1 Tahun 1942. Pasal 3 undang-undang tersebut menyebutkan bahwa semua badan pemerintahan dan kekuasaannya,
hukum dan undang-undang dari pemerintah yang dulu tetap diakui sah untuk sementara waktu, asalkan tidak bertentangan dengan pemerintahan militer. Dengan dasar ini maka dapat diketahui bahwa hukum yang mengatur pemerintahan dan lain-lain, termasuk hukum pidananya, masih tetap menggunakan hukum pidana Belanda yang didasarkan pada Pasal 131 jo. Psal 163 Indische Staatregeling. Dengan demikian, hukum pidana yang diberlakukan bagi semua golongan penduduk sama yang ditentukan dalam Pasal 131 Indische Staatregeling, dan golongan-golongan penduduk yang ada dalam Pasal 163 Indische Staatregeling.
Untuk melengkapi hukum pidana yang telah ada sebelumnya, pemerintahan militer Jepang di Indonesia mengeluarkan Gun Seirei nomor istimewa 1942, Osamu Seirei Nomor 25 Tahun 1944 dan Gu Seirei Nomor 14 Tahun 1942. Gun Seirei Nomor istimewa Tahun 1942 dan Osamu Seirei Nomor 25 Tahun 1944 berisi tentang hukum pidana umum dan hukum pidana khusus. Sedangkan Gun Seirei Nomor 14 Tahun 1942 mengatur tentang pengadilan di Hindia Belanda.[4]
Ø  Dan adapun perincian tentang KUHP yang saya rangkum dalam bagan sebagai berikut :[5]
Tahun
Peristiwa
Selisih waktu
1810
Code Penal diberlakukan di Perancis
1 tahun
1811
Code Penal diberlakukan di belanda
56 tahun
1867
Wetboek van Strafrecht voor Europeanen berlaku di hindia belanda
6 tahun
1873
Wetboek van Strafrecht voor Inlander diberlakukan di hindia belanda
8 tahun
1881
Wetboek van Strafrecht disahkan di Belanda
5 tahun
1886
Wetboek van Strafrecht diberlakukan di Belanda
29 tahun
1915
Wetboek van Strafrecht Netherlands-Indie
disahkan untuk Hindia-Belanda
3 tahun
1918
Wetboek van Strafrecht Netherlands-Indie diberlakukan di Hindia-Belanda
28 tahun
1946
Wetboek van Strafrecht Netherlands-Indie disebut sebagai KUHP Indonesia
Sampai sekarang


Total selisih

Demikian bagan yang sudah kami cantumkan dari berbagai referensi yang sudah kami susun dari berbagai sumber atau rujukan.


[1] http://us.mg4.mail.yahoo.com/neo/launch?.rand=81lbbkolp64fr
Kansil.1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.Jakarta:Balai Pustaka
Muladi, "Perbandingan Sistem Pidana dan Kemungkinan Aplikasinya di Indonesia", dalam Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1997.
[2] Poernomo, Bambang, Pelaksanaan Pidana Penjara dengan Sistem Pemasyarakatan, Yogyakarta: Liberty, 1986.
[3] Prakoso, Djoko, dan Nurwachid, Studi tentang Pendapat-pendapat Mengenai Efektivitas Pidana Mati di Indonesia Dewasa Ini, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar